Kamis, 29 Maret 2012

Jangan menangis.

Assalamualaikum Be
lum sampai 30
tahun usiaku
ketika istriku
melahirkan anak
pertamaku.Masih
aku ingat malam
itu, dimana
aku menghabiskan
malam
bersamadengan
teman-temanku
hingga akhir malam,
dimana waktu
semalaman aku isi
dengan ghibah dan
komentar-komentar
yang haram. Akulah
yang paling banyak
membuat
mereka tertawa,
membicarakan aib
manusia,dan
mereka pun
tertawa.Aku ingat
malam itu, dimana
aku membuat
mereka banyak
tertawa. Aku punya
bakat luar biasa
untuk
membuat mereka
tertawa. Aku bisa
mengubah nada
suara hingga
menyeruapi
orang yang aku
tertawakan.
Aku menertawakan
ini dan itu, hingga
tidak ada
seorangpun yang
selamat
dari tertawaanku
walaupun ia adalah
para sahabatku.
Hingga akhirnya
sebagian dari
mereka menjauhiku
agar selamat dari
lisanku.Aku ingat
pada malam itu
aku mengejek
seorang yang buta,
yang aku melihatnya
sedang mengemis di
pasar.Lebih buruk
lagi, aku
meletakkan
kakiku di depannya
untuk
mendorongnya hing
ga ia goyah dan
jatuh, hingga
dia berpaling
dengan kepalanya
dan
tidak mengetahui
apa yang ia
katakan.Leluconku
menyebabkan
orang-orangyang
ada di pasar
tertawa.Aku
kembali ke rumah
dalam
keadaan terlambat
seperti biasa. Aku
mendapati istriku
yang sedang
menungguku tengah
bersedih. Dia
bertanya
padaku,dari mana
saja kamu?
Aku menjawabnya
dengan sinis,
“Aku lelah.”
Kelelahan tampak
jelas diwajahnya. Ia
berkata
dengan menangis
tersedu, “Aku lelah
sekali,tampaknya
waktu persalinanku
sudah dekat.”Dalam
diamnya, air
matanya menetes di
pipinya. Aku
merasa bahwa
aku telah
mengabaikan
istriku dalam
hal ini. Seharusnya
aku
memperhatikannya
dan mengurangi
begadangku,
lebih khusus di
bulan kesembilan
dari kehamilannya
ini. Akhirnya,
aku membawanya
ke rumah sakit
dengan segera dan
aku masuk ke
ruang bersalin. Aku
seakan merasakan
sakit yang sangat
beberapa saat.
Aku menunggu
persalinan istriku
dengan sabar, tapi
ternyata sulit sekali
proses persalinanny
a. Aku menunggu
lama sekali hingga
aku kelelahan.
Maka aku pulang ke
rumah
dengan meninggalka
n nomor HP ku di
rumahsakit dengan
harapan
mereka mengabarik
u.Setelah beberapa
saat,
mereka menghubun
giku dengan
kelahiran Salim.
Maka aku bergegas
ke rumah sakit.
Pertama kali
mereka
melihatku,aku
bertanya tentang
kamarnya.
Tetapim ereka
memintaku untuk
menemui dokter
yang bertanggung
jawab dalam proses
persalinan istriku.
Aku
berteriak kepada
mereka: “Dokter
apa? Aku hanya
perlu melihat
anakku.”
Akan tetapi mereka
mengatakan:
“Anda harus
menemui dokter
terlebih dahulu.”
Akhirnya aku
menemui
dokter tersebut.
Lantas dia
berbicara kepadaku
tentang musibah
dan ridha terhadap
takdir. Kemudian ia
berkata:“Mata
kedua anak anda
buruk,
dan sepertinya dia
akan
kehilangan pengliha
tannya!”Aku
menundukkan
kepala dan berusaha
mengendalikan
ucapanku.Aku jadi
teringat dengan
pengemis buta yang
aku dorong di pasar
dan menertawakann
ya di
hadapan manusia.
Maha Suci Allah,
sebagaimana
engkau mengutuk,
maka engkau akan
dikutuk.Aku sangat
sedih dan tidak
mengetahui apa
yang aku katakan.
Kemudian aku ingat
istri dan anakku.
Aku berterima kasih
kepada dokter atas
kelemah lembutann
ya, lantas aku
berlalu dan tidak
melihat istriku.
Adapun
istriku maka dia
tidak bersedih, dia
ridha dan beriman
terhadap takdir
Allah. Seringkali ia
menasehatiku
untuk menjaga diri
dari menertawakan
orang lain, dan ia
juga
senantiasa mengula
ng-ulanginya agar
aku
tidak ghibah.Kami
keluar dari rumah
sakit bersama Salim.
Sungguh, aku tidak
banyak memperhati
kannya.
Aku menganggapnya
tidak ada di
rumah.Ketika
tangisannya sangat
keras, aku lari ke
lorong untuk tidur
di sana.Sedangkan
istriku
sangat memperhatik
an dan
mencintainya.
Sebenarnya aku
tidak
membencinya,tetapi
masih belum bisa
mencintainya.Salim
pun semakin besar.
Mulailah
dia merangkak, akan
tetapi
cara merangkaknya
aneh. Umurnya
hampir setahun, dan
mulailah dia
berjalan.Maka
semakin jelas jika
dia pincang.Maka
beban yang berada
di
pundakku semakin
besar. Setelah itu
istriku melahirkan
anak yang
normal setelahnya,
Umar dan
Khalid.Berlalulah
beberapa tahun dan
Salim semakin
besar, dan tumbuh
besar pula saudara-
saudaranya. Aku
sendiri
tidak seberapa suka
duduk-duduk di
rumah,seringkali
aku menghabiskan
waktu bersama
dengan teman-
temanku.Istriku
tidak pernah putus
asa
untuk senantiasa
menasehatiku.
Dia senantiasa
mendoakanku
agar mendapat
hidayah. Dia tidak
pernah marah
terhadap
perbuatanku
yang gegabah. Akan
tetapi, ia
sangat bersedih jika
melihatku
banyak memperhati
kan saudara-
saudara Salim,
sementara kepada
Salim
aku meremehkanny
a. Salim semakin
besardan
harapanku
kepadanya
juga semakin besar.
Aku tidak
melarang ketika
istriku memintaku
agar mendaftarkan
Salim di salah
satu sekolah khusus
penyandang
cacat.Tidak terasa
aku telah
melalui beberapa
tahun hanya aku
gunakan untuk
bekerja, tidur,
makan
dan begadang
dengan teman-
temanku.Pada hari
Jumat, aku bangun
pada pukul 11.00
waktu zhuhur. Dan
ini masih terlalu
pagi bagiku,
dimana ketika itu
aku diundang
untukm enghadiri
suatu perjamuan.
Aku berpakaian,
mengenakan
wewangiandan
hendak keluar. Aku
berjalan melalui
lorong rumah,
namun wajah Salim
menghentikan
langkahku.
Dia menangis
dengan meluap-
luap! Ini adalah kali
pertama
aku memperhatikan
Salim semenjak
dia masih kecil.
Telah berlalu 10
tahun,tetapi aku
tidak
pernah memperhati
kannya. Aku
mencoba untuk
pura-pura tidak
tahu, tetapi
tidak bisa. Aku
mendengarkan
suaranya yang
sedang memanggil
ibunya,sementara
aku sendiri berada
di dalam kamar. Aku
melihatnya dan
berusaha mendekat
kepadanya. Aku
berkata:“Salim,
mengapa engkau
menangis?” Ketika
mendengar
suaraku, ia
berhenti menangis.
Maka ketika ia
merasa aku telah
berada di dekatnya,
dia mulai merasakan
apa yang ada di
sekitarnya dengan
kedua tangannya
yang kecil.Dengan
apakah dia melihat?
Aku merasa bahwa
dia berusaha
untuk menjauh
dariku!! Seolah-olah
ia berkata:
“Sekarang engkau
telah merasakan
keberadaanku.
Dimana saja engkau
selama 10 tahun
yang lalu?!” Aku
mengikutinya, ia
masuk ke
dalam kamarnya. Ia
menolak memberita
hukan kepadaku
sebab
dari tangisannya.
Maka aku mencoba
untuk berlemah
lembut kepadanya.
Mulailah Salim
menjelaskan sebab
tangisannya.Aku
mendengar
ucapannya, dan
aku mulai
bangkit.Apakah
kalian tahu apa
yang
menjadi sebabnya!!
Saudaranya,
Umar,terlambat,
terlambat
mengantarkannya                             pergi ke masjid,
sebab ketika itu
adalah shalat jumat,
dia khawatir
tidak mendapatkan
shaf pertama.
Ia memanggil Umar,
ia
memanggil ibunya,
akan tetapi tidak
ada
yang menjawabnya,
akhirnya ia
menangis. Aku
melihat airmata
yang mengalir
dari kedua matanya
yang tertutup.
Aku belum bisa
memahami kata-
katanya yang lain.
Aku meletakkan
tanganku kepadanya
dan berkata:
“Apakah untuk itu
engkau menangis,
wahai Salim…?!”Dia
berkata, “Ya…”Aku
telah lupa dengan
teman-temanku,
aku telah lupa
dengan undangan
perjamuan.Aku
berkata: “Salim,
jangan bersedih!
Tahukah engkau
siapakah yang
akanberangkat
denganmu pada
hari ini
keMasjid?”Ia
berkata: “Dengan
Umar
tentunya,tetapi ia
selalu
terlambat.” Aku
berkata: “Bukan,
tetapi aku yang akan
pergi
bersamamu.”Salim
terkejut, ia seakan
tidak percaya.Dia
mengira aku
mengolok-
oloknya.Dia
meneteskan air mata
kemudian menangis.
Aku mengusap
air matnya dengan
tanganku dan aku
pegang tangannya.
Aku
ingin mengantarkan
nya dengan mobil,
tetapi ia menolak
seraya
mengatakan:“
Masjidnya dekat,
aku hanya
ingin berjalan
menuju
masjid!” Aku tidak
ingat kapan kali
terakhir aku masuk
ke dalam masjid.
Akan tetapi
ini adalah kali
pertama aku
merasakan adanya
takut dan
penyesalan atas
apa yang telah aku
lalaikan
selama beberapa
tahun belakangan.
Masjid itu dipenuhi
dengan orang-orang
yang shalat, kecuali
aku mendapati
Salim duduk di shaf
pertama.
Kami mendengarkan
khutbah
jumat bersama, dan
dia shalat di
sampingku.Bahkan,
sebenarnya akulah
yang shalat di
sampingnya.Setelah
shalat, Salim
meminta kepadaku
sebuah mushaf.
Aku merasa aneh,
bagaimana dia
akan membacanya
padahal ia buta?
Aku hampir saja
mengabaikan permi
ntaannya dan
berpura-pura
tidak mengetahui
permintaannya.
Akan tetapi aku
takut jika aku
melukai perasaanny
a. Akhirnya
aku mengambilkan
sebuah mushaf.
Aku membuka
mushaf dan
memulainya dari
surat al Kahfi.
Terkadang
aku membalik-balik
lembaran,
terkadang pula aku
melihat daftar
isinya. Maka
ia mengambil
mushaf itu dari
tanganku kemudian
meletakkannya.
Aku berkata:“Ya
Allah, bagaimana
aku mendapatkan
surat al kahfi,
aku mencari-carinya
hingga mendapatka
nnya di
hadapannya!!”
Mulailah ia
membaca surat itu
dalamkeadaan
kedua matanya
tertutup. YaAllah…!!
Ia telah hafal surat
al Kahfi secara
keseluruhan…!Aku
malu pada diriku
sendiri.
Aku memegang
mushaf, namun
aku rasakan seluruh
anggota
badanku menggigil.
Aku baca dan aku
baca. Aku berdoa
kepada Allah
agar mengampuniku
dan
memberi petunjuk
kepadaku. Aku
tidak kuasa,maka
mulailah aku
menangis
seperti anak kecil.
Manusia masih
berada dimasjid
untuk mendirikan
shalat sunnah. Aku
malu pada mereka,
maka mulailah aku
menyembunyikan
tangisanku. Maka
berubahlah
tangisan itu menjadi
isakan.Aku tidak
merasakan apa-apa
ketika itu kecuali
melalui tangan kecil
yang meraba
wajahku dan
mengusap
keduaair mataku.
Dialah Salim!! Aku
dekap dia ke dadaku
dan aku
melihatnya.
Aku berkata kepada
diriku sendiri,
“Engkau tidaklah
buta wahai anakku,
akan tetapi akulah
yang buta, ketika
aku bersyair
dibelakang orang
fasiq yang
menyeretku kedalam api
neraka.”Kami
kembali ke rumah.
Istriku
sangat gelisah
terhadap Salim.
Namun seketika itu
juga
kegelisahannya berubah menjadi
air mata
kebahagiaan ketika
ia mengetahui
bahwa aku
telah shalat jumat
bersama
Salim.Sejak saat itu,
aku tidak
pernah ketinggalan
untuk mendirikan
shalat jamaah di
masjid. Aku
telah meninggalkan
teman-teman
yang buruk.
Sekarang aku
telah mendapatkan
banyak teman yang
aku kenal di masjid.
Aku
merasakan nikmatn
ya iman bersama
mereka.
Aku mengetahui
dari mereka banyak
hal yang dilalaikan
oleh dunia. Aku
tidak pernah
ketinggalan
mendatangi kelompok-kelompok
pengajian
atau shalat witir.
Aku telah
mengkhatamkan alQuran beberapa
kali dalam
sebulan.Lisanku
telah basah dengan
dzikir agarAllah
mengampuni dosa-
dosaku berupa
ghibah dan
menertawakan man
usia. Aku merasa
lebih dekatdengan
keluargaku. Hilang
sudahketakutan dan
belas kasihan
yangselama ini ada
di mata
istriku.Senyuman
tidak pernah
pergimenjauhi
wajah anakku,
Salim. Siapayang
melihatnya akan
mengira bahwadia
adalah seorang
malaikat
duniabeserta isinya.
Aku banyak
memujiAllah atas
segala nikmat-
Nya.Suatu hari,
teman-temanku
yang
shalihmenetapkan
diri melakukan
safaruntuk
berdakwah. Aku
ragu-ragu
untukpergi. Aku
melakukan
istikharah
danbermusyawarah
dengan istri.
Akumerasa dia
akan menolak
keinginanku.Akan
tetapi ternyata
sebaliknya,
iamenyetujui
keinginanku! Aku
sangatbahagia,
bahkan ia
memotivasiku.
Diatelah melihat
masa laluku,
dimana
akumelakukan safar
tanpa
musyawarahdengan
nya sebagai bentuk
kefasiqandan
perbuatan
jahat.Aku
menghadap ke arah
Salim.
Akumengabarinya
jika aku
hendakmelakukan
safar. Maka
diamemegangku
dengan
keduatangannya
yang masih kecil
sebagaiungkapan
selamat jalan.Aku
telah meninggalkan
rumahku lebihdari
satu bulan. Selama
itu, aku
masihsenantiasa
menghubungi
istriku danjuga
berbicara kepada
anak-anakkuselama
ada kesempatan.
Aku sangatrindu
kepada mereka. Ah,
betaparindunya aku
kepada Salim. Aku
sangatingin
mendengarkan
suaranya.
Dialahsatu-satunya
yang belum
berbicaradenganku
semenjak aku
melakukansafar.
Bisa jadi karena dia
berada disekolah,
bisa juga dia berada
di masjidketika aku
menghubungi
mereka.Setiap kali
aku berbicara
dengan
istrikuperihal
kerinduanku
padanya
(Salim),maka ia
tertawa suka cita
dan
bahagia.Kecuali
kali terakhir
akumeneleponnya,
aku tidak
mendengartawanya
seperti biasa,
suaranyaberubah.
Aku berkata
kepadanya:
“Sampaikansalamku
kepada Salim.”
Istrikumenjawab:
“Insya Allah…!”
Kemudiania
terdiam.Terakhir,
aku pun kembali ke
rumah.Aku ketuk
pintu. Aku
berangan-anganjika
Salim yang akan
membukakanpintu
itu. Akan tetapi,
aku
mendapatianakku
Khalid yang usianya
belumsampai 4
tahun membukakan
pintu.Aku gendong
dia, dan dia
berteriak-teriak:
“Baba…baba…”Aku
tidak tahu kenapa
dadakuberdebar
ketika memasuki
rumah.Aku
berlindung kepada
Allah darigodaan
setan yang
terkutuk.Istriku
menyambutku.
Wajahnya
mulaiberubah,
seolah-olah
kebahagiaannyadib
uat-buat.Aku
perhatikan ia baik-
baik kemudianaku
bertanya: “Ada apa
denganmu?”Ia
berkata: “Tidak apa-
apa.”Tiba-tiba aku
teringat Salim,
maka akuberkata:
“Dimana
Salim.”Istriku
menundukkan
wajahnya dantidak
menjawab. Airmata
yang masihhangat
menetes di
pipinya.Aku
berteriak, “Salim…!
Di manaSalim?”Aku
mendengar suara
anakku Khalidyang
hanya bisa
mengatakan:
“Baba…”“Salim
telah melihat
surga,” kata
istriku.Istriku tidak
kuasa dengan
situasi ketikaitu. Ia
hendak menangis,
hampir saja
iapingsan. Maka
kemudian aku
keluardari
kamar.Aku tahu
setelah itu, bahwa
Salimterserang
panas yang sangat
tinggibeberapa hari
sebelum
kedatanganku.
Istriku telah
membawanya ke
rumahsakit, ketika
tiba disana maka
iamenghembuskan
nafas
terakhir.Ruhnya
telah meninggalkan
jasadnya.Aku
mengira, anda
semua wahai
parapembaca akan
menangis, dan air
mataanda akan
mengalir
sebagaimana
airmata kami juga
mengalir. Anda
akantersentuh
sebagaimana kami
jugatersentuh. Aku
berharap Anda
semuatidak lupa
untuk mendoakan
Salim,lebih khusus
lagi bagi ibunya
yangtetap teguh
menjalankan
tugasnyawalaupun
suaminya pergi.
Jadilah ibutersebut
seperti
perusahaansebenar
nya yang
menghasilkan
kaumlaki-laki yang
kuat. Semoga
Allahmembalas
amal kebaikannya.
(Pelaku dari kisah
ini termasuk
diantaradai yang
ternama dan
terkenal. Iamemiliki
banyak rekaman,
ceramahdan
tulisan. Sumber
diambil dari
kisahyang berjudul
“Allah Azza wa
Jallamemberi
hidayah kepada
siapa yang
Iakehendaki”,
majalah Qiblati
edisi 02 thnVII).